Thursday, October 30, 2008

Perjalanan waktu

Waktu..

Aku hanya terpekur mendengar kata itu terus terngiang ngiang di dalam kepala.

Apa yg salah dengan waktu?

Tidak ada. Waktu hanya melakukan tugasnya dengan baik. Menyapu semua kenangan. Membawa serta dendam yg tak kunjung padam.

Sebegitu hebatnya kah waktu?

Tidak juga. Waktu kadang bisa menjadi bumerang bagi dia. Dia yang tak bisa menggunakan waktu dengan baik.

Lalu siapakah dia?

Banyak manusia mengatasnamakan waktu. Waktu yg akan menghilangkan sedihnya. Waktu yg akan melupakan dirinya. Waktu yg akan menyembuhkan lukanya. Waktu yg akan menjawab semua persoalan manusia.

Apakah waktu tidak merasa lelah?

Tentu. Waktu juga punya batas. Waktu punya limit. Waktu punya amarah.

Lalu?

Waktu tak bisa berjalan sendirian. Waktu begitu rapuh. Waktu butuh penopang.

Siapa?

Kamu!

Kenapa aku?

Karena kamu waktu bisa bertahan. Karena kamu waktu bisa berjalan. Karena kamu waktu sanggup menahan.

Apa yg harus aku lakukan bersama waktu?

Beri waktu harapan. Beri waktu kesempatan. Beri waktu ketulusan. Beri waktu pengorbanan. Berjalanlah bersamanya.

Waktu butuh kamu!

Aku?

Iya..

Waktu butuh kamu..

Berjalanlah beriringan bersamanya

Temani waktu..

Wednesday, October 29, 2008

will u marry me??

Hari minggu kemarin saya menghadiri pernikahan teman. Teman seperjuangan di kampus. Teman satu jurusan. Teman satu angkatan. Teman kedua yang menikah di angkatan saya.

Perjalanan menuju tempat diadakannya resepsi merupakan perjalanan terlama dari record saya menghadiri beberapa resepsi pernikahan. Baru kali ini saya berangkat pukul 9 pagi dan sampai rumah pukul 8 malam.

Iyah, memang saya mampir dulu sepulang resepsi. Tapi tetap saja, kalopun tidak pakai mampir, saya akan sampai dirumah pukul 4 sore. Tetap record terlama untuk menghadiri sebuah resepsi pernikahan.

Kenapa lama? Mungkin karena tempatnya pun cukup jauh dari rumah saya. Rumah saya yang berada diperbatasan bekasi harus berganti mobil sebanyak 3 kali untuk mencapai tempat resepsi.

***

Sampai di dalam gedung, saya melihat teman saya dan suaminya bersanding dengan mesra. Membuat iri yang melihatnya. Dia terlihat begitu cantik dengan kebaya kuning keemasan. What a beautiful life. Apalagi yang dicari? Kuliah sudah. Pekerjaan punya. Dan sekarang dilengkapi dengan keluarga kecil nan bahagia. Lengkap sudah. Begitu mungkin pikir semua orang yang melihat.

Menikah. Semua orang pasti ingin menikah. Saya baru menyadari makna sebuah pernikahan. Menikah tidak hanya atas dasar cinta kepada manusia dan nafsu belaka. Seperti yang diutarakan teman saya kepada kami, teman-temannya.

Menikah itu bukan tujuan. Tapi pilihan. Jika saya memilih menikah sebagai akhir dari tujuan hidup, maka apa arti hidup? Justru menikah adalah awal dari kehidupan saya nantinya. Menikah merupakan jembatan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, yaitu untuk mencapai ridha-Nya, untuk membangun keluarga kecil yang akan meneruskan kehidupan ini kedepannya.

Menikah suatu pilihan yang tidak mudah. Bayangkan. Saya harus hidup bersama orang yang sama untuk seumur hidup. Bergumul dengan orang yang sama. Memecahkan masalah dengan orang yang sama. Bertemu dengan orang yang sama. Bercerita dengan orang yang sama. Bertengkar dengan orang yang sama. Begitu terus bertahun-tahun. Sampai saya menutup mata. Betapa membosankan. Tidak hanya itu, saya juga harus menyesuaikan diri dengan keluarganya, yang sudah pasti berbeda pola pengasuhannya dengan keluarga saya.

Saya selalu penasaran, dan selalu menanyakan hal yang sama ke setiap orang yang baru saja menikah.

”Apa yang membuat kamu yakin untuk menikah dengan dia?”
”Saya ga tau apa yang membuat saya yakin. Tapi saya tahu, Tuhan sudah menciptakan dia untuk saya. Nanti kamu akan mengalaminya”, begitu selalu jawaban yang saya dapatkan.

Usia bukan jaminan. Lama berpacaran juga bukan jaminan. Dan tahukah kamu? Teman saya ini menikah dengan pacar pertamanya waktu duduk di bangku sekolah. Pepatah ’kalau jodoh ga kemana’ sepertinya pantas disandingkan dengan teman saya ini.

Hmm.. Melihat teman saya yang duduk di pelaminan, kembali menyadarkan saya dari lamunan. Saya harus segera menghampirinya karena perut saya sudah keroncongan. Hahaha. Semoga cinta-Nya selalu menyelimuti keluargamu, teman.

***

Indahnya sebuah pernikahan. Semua orang datang untuk memberikan sebuah doa. Bahkan orang yang paling jarang ditemui pun muncul di acara itu. Hanya ada dua moment dimana orang-orang terkasih [yang bahkan tidak pernah muncul] berkumpul, yaitu saat pernikahan dan kematian.

Huff.. Sejauh ini saya selalu merasa umur saya masih 17 tahun. Saya masih punya banyak mimpi, banyak harapan yang belum terwujud. Namun ketika saya berkaca hari itu, saya baru menyadari kalau saya sudah beranjak tua. Iyah, tua itu pasti, tapi dewasa adalah pilihan.

Saya bukan anak kecil lagi yang bisa pipis di sembarang tempat. Saya bukan anak kecil lagi yang harus merengek agar permintaannya di turuti [walaupun kadang saya masih melakukan itu]. Saya bukan anak kecil lagi yang harus di gebuk pakai sapu agar mau melaksanakan kewajiban.

Saya ingin menikah, tapi nanti, ketika impian saya sudah tercapai. Ataukah ada yang ingin berjalan beriringan bersama saya? Menemani saya menggapai mimpi. Hehehe.



Pertanyaan hari ini:
Mana yang kamu pilih, menikah dengan someone who i can live with atau dengan someone who i can’t live without??? Kenapa???

Tuesday, October 21, 2008

Maaf

Azalea
Pagi ini aku tiba-tiba terbangun dari tidurku. Entah karena udara pagi yang dingin atau karena gelisah yang kurasakan sejak setahun belakangan yang membuatku terbangun. Aku menggeliat sedikit lalu melihat jam di HP ku. Masih pukul 6.30. Aku segera turun dari tempat tidur dan terduduk sebentar dilantai. Setelah itu, aku berdiri menuju jendela kamarku. Kulihat diluar sana rintik hujan mulai membasahi bumi. Tumben, pikirku. Setelah sekian lama kotaku tak pernah diguyur hujan. Kali ini, jakarta seakan menangis.

Kubuka pintu dalam kamarku yang menuju teras. Tak seperti biasanya, sebelumnya aku tak pernah ingin berada disini. Tapi entah mengapa hari ini aku ingin sekali menikmati hujan disini, diteras ini. Aku duduk, lalu terdiam. Mataku tak ubahnya bagai mata kucing dikegelapan malam yang terus mengawasi seakan melihat musuh dikejauhan. Satu persatu ku amati rintik-rintik hujan yang jatuh didahan pohon. Aku sangat suka suasana pagi ini. Pohon-pohon bergelayut manja disiram hujan. Jalanan juga terlihat hitam pekat. Bau tanah basah sangat menusuk hidung. Lalu aku bertanya pada diriku, kemana saja aku ketika rintik hujan jatuh waktu itu?

Waktu itu aku masih terlalu lemah untuk mencium bau tanah basah ini. Waktu itu aku lebih suka bermain bersama mereka daripada terdiam melihat hujan. Waktu itu yang ku tahu aku hanya ingin berlari tanpa menoleh kebelakang. Dan lalu aku menyadari, aku tak bisa terus berlari.

Abimanyu
Tiba-tiba aku terbangun. Samar kudengar rintik hujan diluar sana. Entah kenapa aku bermimpi lagi tentangnya. Ini bukan yang pertama. Dalam mimpiku, aku berada dalam hujan dan memegang erat tangannya. Mungkin ini hanya bunga mimpi. Mimpi yang terus menerus datang, mungkinkah?? Aku tak bisa terus berpura-pura seakan semuanya baik-baik saja. Aku tau aku telah menyakitinya. Menyakiti wanita yang dulu pernah sangat aku sayangi. Wanita yang dulu pernah aku jaga, walaupun aku tak menjaganya dengan baik hingga dia pergi.

Mataku menerawang ke langit-langit kamar. Aku teringat dirinya. Apakah dia baik-baik saja setelah kejadian waktu itu. Apakah dia masih ingat padaku. Apakah dia membenciku. Terakhir aku menghubunginya, dia masih sama seperti dulu. Masih bisa tertawa lepas mendengar jokes ku yang tidak lucu. Itu salah satu yang membuat aku tidak ingin melepaskannya. Namun sudah dua bulan terakhir ini tak ada kabar darinya. Dia tidak menghubungiku dan aku juga tidak berusaha untuk menghubunginya. Dan dia terus hadir dalam mimpiku.

Azalea
Aku sudah lebih baik sekarang. Kurasa. Awan memang tak pernah sehitam ini. Namun aku harus terus melanjutkan hidupku. Aku tidak akan selamanya berlari bukan. Ada saatnya dimana aku harus menoleh sebentar kebelakang untuk mengetahui sudah seberapa jauh aku berlari. Ternyata sudah teramat jauh.

Kenangan itu memang sudah lewat, namun masih terasa nyeri disini. Aku tau itu bukan sepenuhnya salahnya. Ada andilku di dalamnya. Tapi bukan itu yang membuatku berlari. Bukan. Saat aku baru merangkak, dia sudah berdiri. Dia masih sama seperti dulu. Begitu rapuh hingga perlu penopang. Secepat itu dia menggantikanku.

Abimanyu
Aku memang sudah menemukan penggantinya. Wanita yang akan menjagaku selamanya. Semoga. Tapi wanita itu tidak akan pernah menggantikan tempatnya dihatiku. Tidak akan pernah. Dia tidak akan pernah tau itu. Betapa sebenarnya dia yang aku butuhkan, bukan wanita itu. Betapa aku sangat ingin mengulang hari-hari indah itu bersamanya. Betapa aku sangat merindukan tawanya. Betapa aku sangat ingin dia berada di sampingku, sekarang. Tapi tak mungkin!! Aku tak mungkin mengulang kesalahan yang sama. Saat ini yang kubutuhkan hanya seuntai kata maaf darinya. Maaf yang benar-benar tulus. Mungkin hanya itu yang bisa membuatku bisa terus melanjutkan hidupku. Tapi mungkinkah dia masih mau memberikan maaf itu? Sementara aku hanya terdiam disini. Dikamar ini.

Azalea
Aku sudah memaafkannya. Sungguh. Walaupun terkadang aku ragu, apa benar aku sudah memaafkannya. Aku tidak pernah marah padanya. Aku tidak ingin membencinya. Aku ingin dia menjadi sahabatku, tapi aku tidak bisa!!

Aku sudah mencoba berdamai dengan kenangan itu. Mencoba memaafkan diriku. Mencoba memaafkan dirinya. Mencoba menengok ke belakang sebentar untuk melihat apakah aku sudah siap untuk melanjutkan hidupku lagi.

Kini aku siap. Aku sudah memaafkan mu Bima. Kini maaf sudah kuberikan. Tulus dari dasar hatiku. Walaupun dia tidak akan pernah tau, karena dia terlalu egois untuk meminta padaku. Kini aku akan melanjutkan perjalananku. Mungkin tidak dengan berlari. Karena aku sudah lelah. Mungkin aku akan berjalan pelan sambil menikmati pemandangan disekelilingku.

Aku harap kau bahagia dengannya. Aku tahu kau akan selalu berusaha membuatnya tersenyum. Aku tahu kau sedang berusaha memperbaiki semua dengannya. Semua hal yang tidak bisa kau perbaiki sewaktu menjalaninya denganku. Tapi dia bukan aku Bima. Ingat itu.

Abimanyu
Mungkin aku memang egois. Sebagai pria aku pantas untuk merasa begitu bukan. Tapi keegoisan ini menyiksaku. Apa aku harus menghubunginya. Akh, mungkin dia sudah tidak menginginkanku hadir dalam hidupnya. Atau mungkin dia sudah menemukan penggantiku. Apa reaksinya jika aku meminta maaf padanya. Aku tidak sanggup!!

Lea, aku mohon maafkan aku. Aku tak sanggup jika harus menemuimu. Hanya maaf Lea. Maaf.

Epilog
Hujan bertambah deras. Dan udara bertambah dingin pagi ini. Lea beranjak dari kursinya. Dan Bima terlelap lagi dalam tidurnya. Berharap dalam tidurnya kali ini dia akan bertemu Lea lagi dan sempat mengucapkan kata maaf itu. Hujan tak pernah sederas hari ini. Dan hatiku tak pernah setenang ini.


Jakarta, Februari 2007
Cinta tidak menyadari kedalamannya,
Sampai ada saat perpisahan.
-Kahlil Gibran-

Monday, October 20, 2008

Aku pulang!


I'M HOMEEEEE!!!!

Kemana aja c chie?
Ko ga pernah posting lagi?
Ko ga pernah blogwalking lagi?
Kapan mau ngeblog lagi?
Sibuk skripsi y?

Tenang.. Tenang..
Daku tak kemana-mana.
Disini-sini aja.
Masih suka blogwalking juga.
Masih posting jg, di SINI dan di SINI.
Masih rajin YM-an juga.
Masih ngerjain skripsi juga, dan gw ga SEGITU SIBUK nya.

Jadi, pa kabar chie?
Jiaahh, kangen-kangenannya ntar dulu ah..