Friday, April 7, 2023

Thursday, May 26, 2022

Friday, May 6, 2022

Pesan Nini

Seperti yang kita semua tau, Idul Fitri datang lima hari lalu. Semua menyambut suka cita Idul Fitri setelah dua tahun dirumah aja karena Covid. Haha hihi. Jalan-jalan. Makan-makan. Mudik.

Tapi tahun ini saya ga mudik. Hanya bertamu. Mengunjungi beberapa rumah saudara dalam satu hari. Singgah di satu tempat. Bercerita. Kemudian mengulang hal yang sama di rumah yang lain.

Ada satu rumah persinggahan yang sudah lama sekali ga pernah saya kunjungi. Rumah Aki dan Nini. Begitu saya menyebutnya. Raut wajah yang letih menyambut saya dan keluarga dengan gembira.

"Sudah lama ga pernah kesini ya"

Saya hanya tersenyum dan menjawab pendek, "Iya".

Sudah lama memang. Sampai ga bisa lagi mengingat. Anak A pergi mendahului orang tuanya. Anak B C D merantau ke Bandung dan ga pulang. Anak E punya anak yang sudah kuliah. Anak F mau menikahkan anaknya sebentar lagi. Dan cerita pun mengalir kemana-mana.

Sampai tiba waktunya kami harus berpamitan. Nini memeluk dan menitip pesan ditelinga saya.

"Kalau sudah ada calon disegerakan ya. Jangan terlalu nyaman sendiri."

Saat itu saya hanya tersenyum dan berkata, "amin, doakan aja Ni".

Sebuah pesan yang akhirnya menjadi pertanyaan dibenak saya.

"Apa merasa nyaman itu ga baik?"
"Memang kenapa dengan merasa nyaman?"
"Ada yang salah dengan merasa nyaman?"
"Bukan kah bagus jika saya merasa nyaman dan bahagia meski sendiri?"

Ada yang bisa bantu menjawab?

Thursday, October 29, 2020

Pertanyaan Random Kang Bubur

Hari libur emang paling enak leyeh-leyeh sambil lurusin pinggang. Tapi emang dasar emak saya ga bisa liat anaknya nganggur bentar, bawaannya pengen jalan mulu buat jajan taneman. Padahal lagi corona mak, uda sih di rumah aja. Ga bisa diem banget yah. 

Setelah pertimbangan panjang, demi nyenengin hati emak, jalanlah pagi ini ke tempat dimana ga akan ada banyak orang dan hanya pohon-pohon yang berdempetan. Sebelum menuju tempat yang dituju, kita mampir sarapan kang bubur langganan. Untung kang bubur belum tutup yekan, kita adalah konsumen terakhir yang menghabiskan isi panci kang bubur. Penting banget infonya, hahaha.

Lagi asik ngaduk-ngaduk bubur -iya, saya tim bubur diaduk, wkwk- tiba-tiba kang bubur ngasih pertanyaan random.

"Jadi corona itu beneran ada ga sih?"

Saya yang mulai nyuap bubur untung ga pake keselek. 

Begini ya kang bubur, kang ketoprak, kang soto mie, kang ketan serundeng. 

Corona itu ada. Bukan mitos. 

Kalo akang-akang sekalian merasa jauh dengan corona dan merasa bahwa itu semua hanya berita semata ya bagus. Berdoalah semoga dia tetap jauh dan hanya jadi berita buat kalian.

Caranya biar jauh gimana? Sebenernya kang bubur uda tau. Saya perhatiin di gerobak kang bubur ini ada kertas putih menempel bertuliskan "Physical Distancing". Yang artinya, pesen bubur terus makannya di rumah tetangga. Tah eta. Kena korona ga, tetangga kabita iya. 

Ah saya ga perlu jelasin lah gimana caranya. Bisa browsing sendiri. 

Cuma saya ga ngerti kenapa kang bubur bisa meragukan keberadaan si corona. Secara ini uda jadi pandemik, bukan sekedar flu biasa. Apa karena jualannya tetep rame makanya dia menganggap corona sebenernya ga ada. Atau dia nanya karena yaaa penasaran aja.

Singkat cerita, dua mangkok bubur uda abis. Tiga tusuk sate usus uda nari-nari diusus saya. Teh tawar anget uda tinggal seperempat. Kang bubur masih tanya jawab ama emak saya ga selesai-selesai. Pamungkasnya. 

"Oh jadi ini anaknya yang belum nikah itu, Bu?
Keasikan kerja sih ya makanya belum nikah."

Saya langsung ambil dompet. 
"Jadi berapa semua (harga) buburnya, Kang? Yuk mak!"

Abis ini saya mudu wanti-wanti si emak biar ga keseringan curhat ama kang bubur. 


Monday, October 19, 2020

Rindu Berhadapan


Saya senyum-senyum sendiri baca direct message dari kawan lama yang masuk hari itu. Hari dimana pandemik Covid-19 sudah berjalan sekitar tujuh bulan lamanya.

Tentu saja sebulan kemudian -- sampai dengan tulisan ini dibuat, janji temu itu hanya wacana. Mungkin semesta punya rencana. 

Kenapa ga video call aja sik? 

Rasanya tetap beda. Ketika raga ada di depan mata, dibandingkan raga di depan layar. Lebih terasa ada jika di depan mata, meski hanya telinga yang jadi pendengar. Hal yang sekarang menjadi mahal. 

Ah, semoga saja pandemik ini segera selesai ya. Saya rindu duduk berhadapan, menertawakan kebodohan, sambil memandang hujan dan menyesap secangkir cokelat panas. 

Jadi, sedang rindu (si)apa saat ini?