Friday, June 19, 2009

In a relationship with you

Dia memang keras kepala. Atau lebih tepatnya, egois. Iyah. Dia sedang menjadi orang yang sangat self-centered hari ini.

Dia harus mendapatkan apa yang dia mau. Apa yang dia inginkan. Dengan caranya sendiri. Bahkan dia mematikan rasa demi mendapatkan kepuasan atas pertanyaan yang tidak sengaja terlintas dalam benaknya.

Pertanyaan bodoh. Pertanyaan yang memicu semuanya. Pertanyaan yang mengobarkan pertengkaran itu. Pertanyaan yang membuat semuanya jadi berantakan.

Anehnya. Dia tidak merasa menyesal. Pun merasa bersalah. Hatinya kebas. Mungkin kamu berpikir dia jahat. Memang. Tak punya perasaan. Mungkin. Tega. Bisa saja. Dan kamu pikir dia bangga atas prestasinya itu? No one knows. No suitable words that i can say to describe how devils she was.

But there's somethings in life that doesn't always work as you want or as you plan before, isn't it? Atau mungkin dia yang menginginkan itu. Sepertinya.

Hidup mengajarkan dia untuk keras. Hidup mengajarkan dia untuk tetap bertahan di dunia yang kamu-tidak-akan-tau-dia-kawan-atau-lawan. Tapi itu bukan alasan mengapa dia melakukan hal itu. Menyakiti kamu. Salah satu dari orang orang yang dia sayang. Bukan.

Dia bahkan begitu lembut. Hatinya sangat rapuh. Dia tidak pernah berniat untuk menggores sebuah luka di hati seseorang. Pun ketika orang itu justru melukainya dengan sebilah pedang dan menimbulkan luka yang amat dalam. Dia tidak pernah merasa dendam. Hidup mengajarkan dia untuk menerima segala kekurangan sebagai kelebihan. Hidup mengajarkan dia untuk tidak takut akan kehilangan. Hidup juga yang mengajarkan dia untuk lebih ikhlas atas apa yang telah Tuhan gariskan dalam perjalanan hidupnya.

Lalu apa?

Apa yang salah sampai dia tega?

"bukan kamu, tapi aku", jawab dia.

Ke'aku'an dia menguasai akal dan hati. Dia tidak akan membela dirinya untuk kali ini. Dia menyadari bahwa dia telah menggoreskan banyak luka di dinding ruang itu.

"Maaf", ucap dia kemudian.

"Maaf untuk membuatmu selalu ingat", jelasnya lagi.

Walau maaf tidak membuat segalanya jadi lebih baik.

Satu hal lagi yang ingin dia sampaikan, "terima kasih untuk selalu bertahan."

As she ever told you before. She doesn't need a good big sister. She only needs you. You as the way you are. Kamu yang selalu berusaha bertahan untuk dia. Untuk selalu ada disamping dia. No matter what will be happen to her.

This is what we called a relationship rite?

Ini baru sepersekian dari perjalanan dia. Dan kamu tentunya. Jika kamu bilang kamu berbeda. Dia mengakui, kamu memang berbeda. Tapi bukan kah perbedaan itu yang justru membuat dia dan kamu menjadi satu sekarang?

Sekali lagi ditegaskan. Dia memang nakal. Dia memang keras kepala. Dia memang mudah mati rasa. Dan dia bisa saja menjadi orang yang sangat menyebalkan.

Namun keyakinan semakin kuat seiring pertengkaran. Bahwa sayang dia ke kamu, kamu ke dia tidak akan pernah hilang. Tidak untuk alasan apapun.

"I love u so much, Adek", itu katamu.

Hanya itu kalimat yg ingin dia dengar dari kamu.
Dan dia tau kamu sudah membagi sama besar untuknya.

Kini.. dia mengerti jika kamu hanya ingin menjaganya.

Itu saja.

Wednesday, June 17, 2009

Bermain dengan imaji

Jakarta, suatu hari di akhir bulan Mei.

Gw memutuskan untuk menemui seseorang hari itu. seseorang yang sekarang menjadi amat penting dalam hidup gw. Dengan berbagai pertimbangan akirnya gw menuju tempat dimana gw akan menunggu dia sebelum kita bertemu sehabis jam kantor selesai.

Dan disinilah gw berada sekarang. Menghabiskan kurang lebih dua jam kedepan hanya untuk menunggu. Pekerjaan yang sebenarnya sangat gw benci. Siapa yang suka menunggu? Apalagi tanpa teman yang menemani. Tapi kali ini berbeda. Karena gw akan bertemu seseorang yang amat mempengaruhi hidup gw. Dan tempat menunggu kali ini adalah salah satu tempat yang gw suka. Yang gw yakin tidak akan membuat gw merasa bosan. Tempat dimana gw bisa bermain dengan imaji.

***

Setelah turun dari metromini yang gw naiki. Gw bergegas masuk ke dalam. Tak sabar rasanya ingin mencium aroma wangi yang sudah lama ga pernah gw hirup. Angin dingin tiba tiba berhembus menggantikan rasa panas, sumpek dan pengap yang gw rasakan di dalam metromini tadi. Suasana lengang menyergap seiring berjalannya gw menuju tempat penitipan barang. Hanya ada beberapa orang berdiri di sudut sudut meja berkaca besar yang memagari barang barang elektronik agar tidak tersentuh tangan tangan jail.

Gw bergegas naik menuju lantai 2. Gw ga tau apa yang akan gw lakukan untuk membunuh waktu kemudian. Gw hanya tau kali ini gw akan membiarkan imajinasi gw berkelana liar kemana ia mau. Deretan deretan lembaran kertas yang direkatkan menjadi satu itu sejenak membuat mata gw berkunang kunang. Sudah lama gw ga pernah kesini.

Sejenak imajinasi gw melayang ke taun taun dimana gw masih menjadi bocah SMP. Setiap pergi ke mall, gw selalu dan tidak pernah absen untuk mendatangi tempat ini. Tiap datang ke tempat yang serupa seperti ini, gw selalu tidak sabar untuk berlomba lomba mencari harta karun yang terpendam bersama dengan adik dan kakak gw. Semakin beranjak dewasa, maka perlombaan itu sudah hampir ga pernah gw lakukan lagi. Menemukan harta yang gw mau dalam tumpukan harta rasanya sungguh nikmat. Serasa bertemu air di tengah gurun. Apalagi ketika gw tanpa sadar terhisap ke dalam dunia tanpa batas itu.

Ah. Gw harus segera kembali kedunia nyata sepertinya. Gw agak setengah hati untuk menyusuri lantai 2 itu. Deretan karya karya ilmiah. Ilmu pengetahuan sosial. Kumpulan best seller. Entah apa yang gw cari. Tapi gw tau gw ga pengen berada di lantai itu. Akhirnya gw hanya memutari lantai itu satu putaran dan memutuskan untuk menaiki escalator di depan mata.

Di lantai 3 gw menjejakkan kaki. Gw mengampiri deretan kertas kertas yang berisikan gambar gambar. Tanpa sadar gw mencomot satu persatu kertas kertas yang terkumpul menjadi satu itu. membolak balik apa yang gw cari. Tidak bisa menemukan. Kemudian mencari lagi. Menaruh lagi. Mencari lagi. Menaruh lagi. Mencari lagi. Sampai pada akirnya gw [merasa] menemukan apa yang gw mau. Gw sadar. Euphoria itu tidak lagi sama seperti dulu.

Setelah melahap dua buah kumpulan kertas berisi ‘sesuatu’ dipojokan, gw mulai bosan. Dinginnya ruangan juga tak bisa menahan gw untuk duduk lebih lama. Gw mulai bangkit dan berjalan menuju pojokan lain diruangan itu. Kaca kaca besar transparan memperlihatkan awan awan yang mulai menghitam. Rintik gerimis mulai turun. Aspal hitam pekat dilapisi hujan. Dua jam terasa lebih lama dari biasanya. Entah karena euphoria itu sudah tidak lagi sama atau karena gw yang sudah tak sabar ingin bertemu dia.

Gw melihat pemandangan yang sudah teramat biasa kemudian.





Gw duduk dibalik kaca besar transparan. Sebelumnya gw melakukan hal yang sama seperti yang tampak pada foto. Dan kali ini gw melakukannya lagi dipojokan berbeda. Namun tidak terfokus pada apa yang gw baca. Gw yakin mereka bisa dan mampu untuk membawa pulang kertas kertas itu untuk mereka baca dirumah. Atau mereka hanya berprinsip “kalo bisa gratis, buat apa beli”. Atau memang harga kertas kertas itu terlalu mahal bagi orang orang tertentu sehingga mereka lebih memilih untuk melahap habis ditempat. Ah entahlah. Gw tidak terlalu peduli. Mungkin imaji mereka hanya tak ingin menunggu. Gw sempat memperhatikan mereka lama. Memperhatikan mereka ternyata jauh lebih menyenangkan dibanding menyelami apa yang gw baca waktu itu.

Gw mulai bermain dengan imajinasi gw kemudian. Membiarkan ia menyusup, membawa endapan endapan emosi yang telah lama terkubur kembali ke permukaan. Gw ingin tau. Dunia mana yang sedang mereka datangi. Apa yang ada dipikiran mereka. Apakah imajinasi begitu kuat hingga menutup akal sehat. Apa yang mereka rasa ketika berada di dunia lain. Apa yang mereka rasakan sama seperti yang gw rasakan dulu ketika menemukan harta karun serupa yang mereka temukan sekarang. Ah begitu banyak imaji yang berpendar dalam dinginnya ruang waktu itu. Mereka tidak bergeming sama sekali dari kumpulan kertas itu. Begitu serius. Seolah olah sedang menghadapi ujian kenegaraan.

Ini yang gw rindukan. Ini yang telah lama hilang. Gw memang belum bisa merasakan hadirnya imaji saat ini. Namun ruang selalu tersedia. Di dalam mikrolet. Di toko buku. Di tengah kemacetan. Di toilet. Di lorong lorong sepi tak berpenghuni. Di tengah gelapnya malam bercahayakan lilin. Bahkan ditengah derasnya rintik hujan yang jatuh membasahi sepatu.

Tinggal bagaimana gw pintar pintar mencuri waktu. Mencuri dengar. Mencuri pandang. Untuk kemudian disisipkan menjadi sebuah cerita. Cerita kita. Tentang gw dan imaji. Mungkin dilain waktu.

***

Dua jam tak terasa sudah. Gw beranjak dan mengembalikan kumpulan kertas yang menemani gw sedari tadi. Langkah kaki kini terasa lebih ringan. Entah karena gw sudah menemukan apa yang gw cari atau karena gw akan segera bertemu dia. Satu hal yang gw sadari: imaji tak berdiri sendiri. Jika kamu melihatnya berdiri tegak sendiri, berarti kamu bermimpi.

Friday, June 12, 2009

Melepas rindu pada malam

Setelah kemaren bersetress setress ria. Akirnya gw sadar. Jikalau setress itu tiada guna. Hihihi.

Maka disinilah gw sekarang. Kembali menulis. Ditengah bisingnya angin malam. Ditemani gulita. Ditemani suara jangkrik. Di gonggongin anjing tetangga. Dan ditemani SMS dari sang pujaan hati. Wakakakak. *ngarep.com*

Buat gw malam selalu indah untuk dinikmati. Gelap. Namun ditengah hitamnya awan ternyata masih ada setitik sinar yang menemani. Kadang satu. Dua. Dan jika gw beruntung sinar itu bisa mencapai sejuta.

Ketika malam semua terdengar jelas. Bahkan suara semut mendengkur pun gw bisa denger. Mungkin ini terdengar hiperbola. But it's true. Suara deru motor di gang sebelah. Suara gesekan angin. Suara tikus garuk garuk. Suara tokek. Jangkrik. Sampe suara hati diseberang kota pun gw bisa denger. *ga mo kalah ama mama loren*.

Malam bisa menyampaikan rindu. Percaya ga? Kamu boleh ga percaya. Tetapi jika malam datang memang rindu lebih terasa. Terasa dekat. Terasa melumat. Terasa pekat. Terasa dahsyat. Dan mengundang syahwat. Wakakakak. Malam juga membuat gw sejenak merasa hebat.

Udah lama gw ga pernah tidur malam. Tidur menjelang pagi lebih tepatnya. Dan terkadang gw merindukan rutinitas itu. Rutinitas malam menjelang pagi. Satu waktu dimana gw bisa melepas rindu. Menulis kata demi kata. Mendengarkan dari hati ke hati. Melihat apa yang pagi tidak bisa beri. Mencerna semua yang sudah dilewati. Merencanakan apa yang ingin diraih dikemudian hari. Serta mereguk nikmatnya mimpi mimpi.

Subhanallah. DIA begitu indah menciptakan malam untuk bisa gw nikmati.

Lalu, apa lagi yang harus gw rindukan dari malam?

Sunday, June 7, 2009

Absolutely ABSTRAK!

PERINGATAN! Ini bener bener akan jadi postingan yang amat teramat ngawur. Waspadalah! Waspadalah!

Resah gelisah di atas kasur. Tubuh menggelinjang. Urat mengkerut carut marut. Gerah berkepanjangan. Guling guling gelindingan ampe pala kejedot ubin ga ngebuat otak gw kembali ke posisi semula ternyata.

Apa yang salah? Udara jakarta kah? Suasana hatikah? Atau otak gw yang emang uda muley begeser?

Weewww.. Pengen banget pasang penangkal pikiran negatip di pala gw biar ga mikir yang iya iya mulu. Husshhh enyahlah setaaan jahaaattttt!

Yaoloo beneran yah ini gw posting kaga jelas gini. Butuh kembang tuju rupa kayanya buat mandiin anak tetangga biar gw kaga di jampi jampi gara gara ngeracunin anaknya pake bedak. Hah? Ngetik apa c gw barusan?

Maap maap. Jempol gw begerak ndiri.

Mari gw muley postingan seriusnya.

Gw memencet nomor telepon entah punya sapa yang ada dikepala gw. Dan curhatlah gw, "jadi gini, Dok. Beberapa hari belakangan saya susa BAB (buang air banyak), tidur sering gelisah, makan ga napsu kalo belom laper, tidur juga ga nyenyak kalo belom ngantuk, suami ngomel ngomel mulu, duit belanjaan kurang, arisan belon dibayar. Apa yang terjadi dengan saya ya, Dok?"

Suara merdu di seberang sana menjawab, "maap neng, disini jasa sedot wece, bukan dokter."

Huahahaha. Tambah ga jelas dah gw.

Gw muley setress sepertinya. Otak gw mengalami degradasi pungsi kayanya niyh. Eh degradasi apa c? *doweweeengggggg*

Ngisi TTS bisa meningkatkan pungsi otak ga? Ga mau kalah ama joe sandy ah. Gw mw ngisi TTS sambil ngulek sambel.

Mau ikutan? Yukk mariii.