Monday, May 22, 2017

Berawal Dari Status Facebook


Beberapa hari lalu, saya iseng membuka facebook dan menemukan status seorang teman yang sebegitunya membela salah seorang habib. Lain waktu, saya melihat status seorang teman sebegitu bencinya terhadap seseorang dari etnis tertentu.

Melihat banyaknya komentar atas status tersebut, saya makin gemas. Gemas ingin ikutan komentar, tapi males ribut. Walhasil beberapa teman berhasil saya unfriend, demi menghindari menularnya emosi negatif terhadap diri saya.

Isu etnis dan agama terlalu sensitif untuk sebagian orang. Padahal Indonesia negara Republik, bukan negara Islam. Padahal Indonesia negara ber-Bhinneka Tunggal Ika. Padahal masyarakat Indonesia terkenal sebagai masyarakat yang rukun dan ramah tamah.

Namun, karena perbedaan ras dan agama beberapa orang saling membenci. Beberapa orang hanya mengambil sebagian ayat untuk membenarkan sesuatu, tanpa mempunyai dasar yang kuat. Beberapa orang men-generalisasi etnis tertentu, tanpa mengenal orang tersebut lebih dalam. Beberapa orang merasa bahwa pendapatnya yang paling benar. Dan lupa akan esensi hidup rukun yang sebenarnya.

Sebagai pribadi, saya menyayangkan hal tersebut. Dengan adanya tulisan ini, saya ga bermaksud memihak salah seorang dari mereka, siapapun yang mereka perbincangkan.

Bagi saya, hak kamu untuk memilih siapa dan apa yang kamu percaya. Hak kamu untuk beralasan dan berpegang teguh pada pendirian. Hak kamu untuk menyukai atau ga menyukai seseorang. Hak kamu juga untuk menyetujui atau ga menyetujui sesuatu hal.

Namun, kewajiban saya dan kamu untuk membuat Indonesia menjadi negara yang rukun dan damai. Jika ingin berpendapat, kamu bisa menggunakan cara yang tepat. Bahasa yang layak. Dasar yang berperikemanusiaan. Tanpa memaksa orang lain untuk percaya dengan apa yang kamu percaya. Tanpa memaksa orang lain untuk setuju dengan apa yang kamu utarakan. Tanpa menebar kebencian. Tanpa menjelek-jelekkan.

Mari menebar kebahagiaan aja. Setuju?

Sunday, May 21, 2017

Dalam Hitungan Hari,

Masyarakat muslim akan memasuki bulan Ramadan. Ada satu kebiasaan yang saya, mama, dan adik lakukan sebelum memasuki Ramadan, yaitu nyekar atau ziarah ke makam. Makam papa. Makam teteh.

Kemarin adalah saatnya. Dijalan saya menghabiskan banyak waktu untuk tidur. Sejak beberapa minggu belakangan saya selalu tidur di atas jam 12 malam dan sulit tertidur, jadi mumpung ada yang nyetirin saya bisa meneruskan tidur selama perjalanan Jakarta - Serang.

Sampai disebuah makam, kami disambut cuaca yang cukup terik melebihi teriknya cuaca Jakarta. Kering. Panas. Angin pun bahkan ga banyak bertiup. Kami parkir di depan pintu sebuah pekuburan. Sepi.

Pintu besi pekuburan tertutup rapat. Biasanya ada seorang penjaga yang bertugas membersihkan makam. Kali ini hanya kami berempat yang ada, ditemani gemerisik daun lontar kering yang kami injak.

Bahkan gubuk yang ada ditengah makam pun terlihat ga terawat. Gubuknya hampir rubuh. Bangku kecil terbuat dari kayu yang ada di dalamnya pun sebagian hilang dan rusak. Rumput gajah meninggi disetiap petak tanah. Daun lontar kering berserakan menutupi makam. Entah kemana sang penjaga makam.

Kami menghampiri makam yang dituju. Namun, bersih. Rumput liar sudah tercabut dari tanah sampai ke akarnya. Daun-daun kering berada jauh di pinggir makam. Tanahnya memang sedikit kering, namun ga sekering makam lainnya. Entah siapa yang sudah membersihkannya. Mungkin saudara kami yang lain sudah datang terlebih dahulu untuk menghantarkan doa.

Setiap tahun kami mengunjungi makam ini. Tujuh belas tahun sudah. Mendatangi 'rumah' yang sama. Tempat yang sama. Makam yang sama. Nisan yang sama. Bersama orang yang sama. Doa yang sama.

Dan biasanya saya datang dengan diiringi perasaan yang sama: gitu aja. Ga merasakan sedih. Ataupun haru. Terlalu lama menyimpan kesedihan, kadang membuat saya lupa untuk menghitung kebahagiaan. Jadi saya memilih, untuk biasa aja. Bertahun-tahun setiap mendatangi makam ini, saya selalu merapal mantra yang sama, dalam hati.

Bahwa seseorang yang sudah pergi, ga akan pernah kembali. Bahwa ga ada satu hal pun, yang perlu saya sesali. Bahwa apapun yang terjadi dengan saya hari ini, pasti bisa saya lewati. Bahwa apapun yang saya takuti di dunia ini, ga akan pernah terjadi. Bahwa masih ada alasan lain, mengapa hidup saya harus terus berjalan sampai akhir.

Akan tetapi, mantranya ga berlaku kemarin lalu.

Ditengah rapalan doa yang kami panjatkan, saya ga kuasa membendung genangan air dipelupuk mata. Entah untuk alasan apa ia turun perlahan dan membasahi bumi.

Mungkin,

Sejenak saya lupa caranya.

Menahan rindu.

Atas kehilangan.

Kamu pernah begitu?

Thursday, May 18, 2017

Jangan Pernah Menyesal Mengenal Seseorang

Orang yang sangat baik, akan memberikan kenangan yang indah.
Orang yang baik, akan memberikan kebahagiaan.
Orang yang ga baik, akan memberikan pengalaman.
Orang yang jahat, akan memberikan pelajaran.