Sudah dua hari ini hujan turun menghantarkan titik-titiknya untuk jatuh ke bumi. Iya, akhirnya yang dinanti turun juga. Beberapa orang mungkin ga suka hujan turun, seperti tukang es cendol misalnya. Kenapa musti tukang es cendol sih, Chie? Yaaa.. Ga mungkin tukang bajigur dong, malah seneng dese dagangannya laku.
Ini mau ngomongin apa sih sebenernya?
Cuma lagi kangen aja sama hujan. Soalnya belakangan air tanah di rumah kering karena kemarau. Walhasil mandi juga mesti hemat-hemat. Nemu air segayung dua gayung tuh berasa surga. Haha.
Tapi sekarang yang saya kangenin bukan hujan derasnya. Melainkan hujan rintik-rintik kaya malam ini. Kecil tapi banyak. Uap-uap dinginnya mengaburkan pandangan. Yang keliatan cuma pendar lampu jalanan dan lampu merah dipersimpangan jalan.
Saya ngintip kaca depan taksi yang jadi tumpangan saya pulang malam ini. Gelap. Bahkan muka bapak taksi aja ga keliatan. Biasanya bapak taksi bisa jadi teman bicara yang menyenangkan. Namun ga kali ini. Saya dan bapak taksi diam dalam keheningan. Masing-masing sibuk membolak-balik kenangan.
Makin lama hujan di kaca jendela turun semakin deras. Saya kemudian memilih untuk merapatkan jaket dan kembali menghirup udara melalui sela-sela.
Waktu hujan turun, semua terlihat sama.
No comments:
Post a Comment