Wednesday, December 31, 2014

Senja di Akhir Desember

"Aku ga tau gimana caranya bikin kamu happy"
"Kamu kenal aku lama dan masih ga tau gimana caranya menghiburku?"
"Hmm... Banyak hal yang kamu suka dan menurutku bisa membuatmu senang"
"Seperti?"
"Menghirup wangi tanah basah ketika hujan"
"Kamu tau itu"
"Tapi aku ga tau apa saat ini dengan begitu kamu akan merasa happy"
***
Sore itu hujan turun dengan deras. Senja duduk pada sofa bulat berwarna jingga yang sengaja ia letakkan di teras lantai dua dekat kamarnya, jika sewaktu-waktu langit datang membawa hujan. Senja tak membiarkan sesungging senyum menghiasi sudut bibirnya. Hanya ada tatapan kosong dan puluhan tanya yang menghiasi kepalanya.

Langit sengaja menghampiri Senja di teras sore ini. Ia mengenal Senja sejak pertama kali langkah kaki kecil mereka bisa menapak. Dulu mereka sering menghabiskan waktu bersama untuk mengerjakan tugas sekolah. Hingga sekarang pun mereka masih suka bertemu sekedar membahas hal yang tak perlu. Mereka tinggal berseberangan. Semakin memudahkan untuk saling menyapa dan bertukar cerita.

Langit senang menemani Senja menikmati hujan. Terlebih sore ini, hujan ternyata datang tak sendiri. Ia membawa kabar duka yang membuat Senja semakin ingin bertemu langit.
"Aku hanya ingin berpijak pada bumi"
"Kamu sudah mendapatkannya"
"Bukan bumi yang ini"
"Bumi yang mana?"
"Kamu tau kenapa orang tuaku memberi nama Senja?"
Senja sengaja mengalihkan pembicaraan.
"Mungkin karena mereka suka melihat senja"
Langit menjawab tanpa berpikir. Senja tersenyum. Senyum yang dipaksakan. Langit bisa melihat dari mata Senja yang sedikit memicing.
"Mungkin, tapi bukan itu"
"Terus apa?"
"Ibu sering menceritakan sebuah dongeng perihal namaku"
Dahulu bumi sering merasa cemburu pada langit. Langit memiliki awan, matahari dan hujan yang menemani. Setelah hujan, bahkan masih ada pelangi yang mengiringi hingga membuat langit tersenyum simpul. Kala itu, bumi yang sedang bersedih meminta pada Tuhan untuk mengirimkan fajar dan senja agar bumi tak lagi merasa sendiri.
"Lalu kaitannya dengan namamu?"
"Ayah dan ibu adalah bumiku"
"Dan kamu senja yang mereka minta?"
Senja hanya diam sambil mengawasi titik-titik hujan yang mulai berani menyentuh keningnya.
"Mereka berharap aku bisa menemani hingga mereka menutup hari"
"Dan kamu sudah memenuhi janji"
"Iya, aku sudah memenuhi janji"
Langit mengambil secarik kertas yang sudah ia siapkan dan memberikan pada Senja sebelum ia beranjak pergi.

Senja membuka perlahan dan menyesapi tiap kata dalam hati.
Dear Senja,Jika kamu merasa bumi ini seperti ingin runtuh dan bukan lagi tempat yang nyaman untukmu berpijak, then look at the sky. Bahkan langit masih punya pelangi setelah hujan.
Senja menatap langit sesaat, lalu memutuskan untuk masuk ke dalam kamar dan menyalakan televisi. Menanti kabar apakah bumi masih mampu dipijak. Langit sedang mengirim pesan, mungkin Senja hanya perlu meng-amin-i.

2 comments:

  1. ehyasalaaaaaaammm.... baru baca ni hari ini. Dan berhari-hari yang lalu saya nulis cerita yang nama tokohnya Langit dan Senja

    ReplyDelete