Friday, June 4, 2010

Percakapan Rahasia

"Jarang-jarang sama orang lain aku bisa kaya gini"
"Kenapa?"
"Bisa diem, ga da tuntutan harus ngomong, ga merasa canggung harus diem, ga harus nimpalin obrolan dengan excited, pokonya bisa semau aku, bisa melongo, bisa bengong, bisa asal jawab, ga da tekanan, jadi pendengar yang santai"
Saya menyeruput ice chocolate yang sudah tidak lagi dingin ditemani suara hingar bingar musik. Di sini, di tempat yang sama, saya dan dia sama-sama tertawa. Menertawakan orang-orang yang tertawa, mengomentari setiap orang yang lewat, menghabiskan sejumlah uang yang tidak sedikit untuk kesenangan hari ini.
"Gapapa lah, kan ga tiap hari kita kesini", begitu pembelaan dia.

"Iya, besok kita ngegembel lagi ya di pinggir jalan", saya menyahut.
***

Jakarta kota yang kejam. Slogan itu dulu lekat dibenak orang-orang yang hidup di ibu kota ini. Yang ga punya self-defence yang kuat dapat dipastikan akan tersingkir secara perlahan. Segala cara dilakukan agar paling ga bisa liat matahari pagi esok pagi, termasuk menjalankan banyak peran demi sesuap nasi.

Benarkah demi sesuap nasi? Atau demi segenggam berlian?

Saya yakin orang-orang disekeliling saya sekarang punya lebih dari segenggam berlian. Saya? Saya hanya punya seuntai manik-manik ditangan saya. Meski tidak mewah, namun saya bahagia memilikinya.

Lagi-lagi bahagia. Let me see. Apakah wanita dipojokan yang tertawa bersama segerombolan teman-temannya itu bahagia? Keliatannya sih iya. Tapi saya tidak tahu dia benar-benar bahagia ataukah itu hanya semu semata.

Atau mungkin wanita di pojok sana (yang dari tadi sendirian itu) yang bahagia? Dari roman mukanya sih engga. But who's know?

Lingkungan sekitar terkadang memaksa saya, dia, dan mungkin juga mereka untuk memainkan peran yang (mungkin) tidak kita inginkan. Bertahan untuk hidup. Hidup untuk bertahan. Konsep yang abstrak namun juga pasti. Bingung? Saya juga. Hahahaha.

Hidup memang kadang mengalahkan saya. Tapi saya punya pilihan untuk bangkit atau tidak. Untuk tetap memerankan ini atau tidak. Untuk tetap menjalankan ini semua atau berhenti pada satu titik.

***
Saya kembali menatap layar netbuk sementara dia asik dengan telepon seluler-nya. Dipojokan saya masih bisa mendengar segerombol wanita dewasa yang tertawa hingga membahana. Dipojok yang lain segerombol pria berlomba-lomba membuat gumpalan asap. Tempat ini penuh. Penuh dengan wajah lelah.
 
Dan meski kami saling diam, saya dan dia sebenarnya sedang membuat percakapan melalui indera yang lain. Percakapan rahasia.

Musik semakin bingar. Saya menyeruput ice chocolate sampai habis. Menyerah pada malam. Dan bersiap-siap memainkan peran yang lain.

5 comments:

  1. nice blog...

    salam kenal

    trisr06.student.ipb.ac.id

    ReplyDelete
  2. salam kenal

    trisr06.student.ipb.ac.id

    ReplyDelete
  3. salam kenal juga, makasih udah mampir :)

    ReplyDelete
  4. ah achi.
    gapapa kesenangan sesaat.
    besok kita ngegembel lagi.
    wkwkwkw.. lucu amat deh..

    sepertinya bisa terbayang lagi dimana kamu saat itu

    ReplyDelete
  5. hehehe.. hura2 dikit gapapa kali y syl, asal jangan sering2.. hahaha..

    dimana emangnya syl? :p

    ReplyDelete